Disusun oleh :
Nama : Martin
Andriano Manalu
Nim :
02101401048
Mata Kuliah : Sistem
Politik Di Indonesia
FAKULTAS
HUKUM UNIVERSITAS SRIWIJAYA
Kampus BUKIT
PALEMBANG
Tahun ajaran
2012/2013
BAB 1
Latar Belakang
Negara Republik Indonesia sebagai negara
kesatuan menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan dengan memberikan kesempatan dan keleluasaan kepada daerah untuk
menyelengarakan otonomi daerah. Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan
kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan
dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pasal 18 UUD
1945 dan perubahannya menyatakan pembagian daerah Indonesia atas daerah besar
dan daerah kecil, dengan bentuk dan
susunan pemerintahannya ditetapkan dengan undang-undang.
Letak geografis Indonesia yang berupa
kepulauan sangat berpengaruh terhadap
mekanisme pemerintahan Negara Indonesia. Dengan keadaan geografis yang berupa
kepulauan ini menyebabkan pemerintah sulit mengkoordinasi pemerintahan yang ada
di daerah. Untuk memudahkan pengaturan atau penataan pemerintahan maka
diperlukan adanya berbagai suatu sistem pemerintahan yang dapat berjalan secara
efisien dan mandiri.
Secara
anatomis, urusan pemerintah dibagi dua yakni absolut yang merupakan urusan
mutlak pemerintah pusat (hankam, moneter, yustisi, politik luar negeri, dan
agama), serta Concurrent (urusan bersama pusat, provinsi dan kabupaten/kota).
Urusan pemerintah yang bersifat concurrent artinya urusan pemerintahan yang
penanganannya dapat dilaksanakan bersama antara pemerintah pusat dan pemerintah
daerah. Dengan demikian setiap urusan yang bersifat concurrent senantiasa ada
bagian urusan yang menjadi kewenangan pemerintah pusat, ada bagian urusan yang
diserahkan kepada provinsi, dan ada bagian urusan yang diserahkan kepada
kabupaten/kota. Pemerintah pusat berwenang membuat norma-norma, standar,
prosedur,
monitoring
dan evaluasi, supervisi, fasilitasi dan urusan-urusan pemerintahan dengan
eksternalitas nasional. Pemerintah provinsi berwenang mengatur dan mengurus
urusan-urusan pemerintahan dengan eksternal regional, dan kabupaten/kota
berwenang mengatur dan mengurus urusan-urusan pemerintahan dengan eksternalitas
lokal. Urusan yang menjadi kewenangan daerah, meliputi urusan wajib dan urusan
pilihan. Urusan pemerintahan wajib adalah suatu urusan pemerintahan yang
berkaitan dengan pelayanan dasar seperti pendidikan dasar, kesehatan, pemenuhan
kebutuhan hidup minimal, prasarana lingkungan dasar; sedangkan urusan
pemerintahan yang bersifat pilihan terkait erat dengan potensi unggulan dan
kekhasan daerah.
Penyelenggaraan pemerintahan daerah disesuaikan dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yaitu pemerintahan daerah, yang mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan, diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan, pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan suatu daerah dalam sistem Negara Republik Indonesia.
Namun, ditengah pelaksanaan Otonomi Daerah yang telah dilaksanakan tersebut terdapat pertanyaan apakah pelaksanaanya akan lancar hingga akan membawa dampak positif bagi daerah tersebut atau malah pelaksanaan Ontonomi Daerah tersebut akan berjalan dengan kacau sehingga malah akan membuat daerah tersebut semakin terpuruk. Oleh karena itu, perlu ditelaah dengan lebih lanjut bagaimana pelaksanaan Otonomi Daerah di Indonesia, karena pelaksanaan Otonomi Daerah merupakan sesuatu yang vital bagi jalannya roda pemerintahan.
Penyelenggaraan pemerintahan daerah disesuaikan dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yaitu pemerintahan daerah, yang mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan, diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan, pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan suatu daerah dalam sistem Negara Republik Indonesia.
Namun, ditengah pelaksanaan Otonomi Daerah yang telah dilaksanakan tersebut terdapat pertanyaan apakah pelaksanaanya akan lancar hingga akan membawa dampak positif bagi daerah tersebut atau malah pelaksanaan Ontonomi Daerah tersebut akan berjalan dengan kacau sehingga malah akan membuat daerah tersebut semakin terpuruk. Oleh karena itu, perlu ditelaah dengan lebih lanjut bagaimana pelaksanaan Otonomi Daerah di Indonesia, karena pelaksanaan Otonomi Daerah merupakan sesuatu yang vital bagi jalannya roda pemerintahan.
Permasalahan
1. Apa
Apa dasar hukum dan Landasan teori Otonomi Daerah
2. Apa
Hakekat, Tujuan dan Prinsip Otonomi
Daerah ?
3. Bagaimana
pelaksanaan Otonomi Daerah di Indonesia?
Pembahasan
1.
Apa
Apa dasar hukum dan Landasan teori Otonomi Daerah
Istilah
otonomi atau autonomy berasal dari bahasa Yunani (autos = sendiri ) dan ( nomos
= undang-undang ) yang berarti perundangan sendiri ( zelf wetgeving ). Jadiada
2 ( dua ) ciri hakekat dari otonomi, yakni self sufficiency dan actual
idependence. Jadiotonomi daerah adalah daerah yang memiliki legal self
sufficiency yang bersifat selfgovernment yang diatur dan diurus oleh pemerintah
setempat. Karena itu, otonomi lebihmenitik beratkan aspirasi masyarakat
setempat dari pada kondisi (Syaukani HR, 2000 : 147). Menurut perkembangan
sejarah pemerintahan di Indonesia, otonomi selainmengandung arti “perundangan”
(regeling) juga mengandung arti pula “pemerintahan”(bestuur). Otonomi daerah
adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur danmengurusi kepentingan
masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasimasyarakat
dalam ikatan warga Kesatuan Republik Indonesia (Koesoemahatmaja, 1971 : 9).
Menurut Wayong (1975 : 5) Otonomi Daerah adalah kebebasan untuk memeliharadan
menunjukkan kepentingan khusus suatu daerah dengan keuangan, hukum
danpemerintahan sendiri. Pembagian kekuasaan yang adil antara pemerintah pusat
danpemerintah daerah merupakan pilihan yang tepat. Sedangkan Sanit (1991 : 1)
berpendapatbahwa ada 3 (tiga) fokus otonomi daerah, pertama : otonomi yang
berfokus padakewenangan administrasi pemerintah daerah, seperti pengurusan
pegawai, pengeluaran danpendapatan daerah; kedua : otonomi yang difokuskan
kepada alokasi kekuasaan daerah yangdisertai oleh kontrol pemerintah pusat dan
partisipasi rakyat daerah; ketiga : penekanan padapelaksanaan fungsi-fungsi
pemerintah daerah yang dioperasikan lewat kewenangan daerahdalam mengelola
urusan yang diberikan kepadanya (lihat Siddiq, 2000 : 25).
Tidak
hanya pengertian tentang otonomi daerah saja yang perlu kita bahas.Namun ada
dasar-dasar yang bisa menjadi landasan.Ada beberapa peraturan dasar tentang
pelaksanaan otonomi daerah,yaitu sebagai berikut:
1. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 18
ayat 1 hingga ayat 7.
2. Undang-Undang No.32 Tahun 2004 yang
mengatur tentang pemerintahan daerah.
3. Undang-Undang No.33 Tahun 2004 yang
mengatur tentang sumber keuangan negara.
Selain berbagai dasar hukum yang mengatur tentang otonomi daerah,saya juga
menulis apa saja yang menjadi tujuan pelaksana otonomi daerah,yaitu otonomi
daerah harus bertujuan untuk meningkatkan pelayanan terhadap masyarakat yang
berada di wilayah otonomi tersebut serta meningkatkan pula sumber daya yang di
miliki oleh daerah agar dapat bersain dengan daerah otonom lainnya.
LANDASAN TEORI
Berikut ini ada beberapa yang menjadi landasan teori dalam otonomi daerah .
1.Asas Otonomi
Berikut ini ada beberapa asas otonomi daerah yang saya tuliskan di
sini.Asas-asas tersebut sebagai berikut:
·
Asas tertib penyelenggara negara
·
Asas Kepentingan umum
·
Asas Kepastian Hukum
·
Asas keterbukaan
·
Asas Profesionalitas
·
Asas efisiensi
·
Asas proporsionalitas
·
Asas efektifitas
·
Asas akuntabilitas
2.Desentralisasi
Desentralisasi adalah penyerahan kewenangan dari pemerintah pusat kepada
pemerintah daerah untuk mengurusi urusan rumah tangganya sendiri berdasarkan
prakarsa dan aspirasi dari rakyatnya dalam kerangka negara kesatuan Republik
Indonesia. dengan adanya desentralisasi maka muncullan otonomi bagi suatu
pemerintahan daerah. Desentralisasi sebenarnya adalah istilah dalam
keorganisasian yang secara sederhana di definisikan sebagai penyerahan
kewenangan. Dalam kaitannya dengan sistem pemerintahan Indonesia,
desentralisasi akhir-akhir ini seringkali dikaitkan dengan sistem pemerintahan
karena dengan adanya desentralisasi sekarang menyebabkan perubahan pardigma pemerintahan di Indonesia. Desentralisasi juga dapat
diartikan sebagai pengalihan tanggung jawab, kewenangan, dan sumber-sumber daya
(dana, manusia dll) dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah. Dasar pemikiran yang
melatarbelakanginya adalah keinginan untuk memindahkan pengambilan keputusan
untuk lebih dekat dengan mereka yang merasakan langsung pengaruh program dan
pelayanan yang dirancang dan dilaksanakan oleh pemerintah. Hal ini akan
meningkatkan relevansi antara pelayanan umum dengan kebutuhan dan kondisi
masyarakat lokal, sekaligus tetap mengejar tujuan yang ingin dicapai oleh
pemerintah ditingkat daerah dan nasional, dari segi sosial dan ekonomi.
Inisiatif peningkatan perencanaan, pelaksanaan, dan keuangan pembangunan sosial
ekonomi diharapkan dapat menjamin digunakannya sumber-sumber daya pemerintah
secara efektif dan efisien untuk memenuhi kebutuhan lokal.
3.Sentralisasi
Sentralisasi dan desentralisasi sebagai bentuk penyelenggaraan negara adalah
persoalan pembagian sumber daya dan wewenang. Pembahasan masalah ini sebelum
tahun 1980-an terbatas pada titik perimbangan sumber daya dan wewenang yang ada
pada pemerintah pusat dan pemerintahan di bawahnya. Dan tujuan “baik” dari
perimbangan ini adalah pelayanan negara terhadap masyarakat.
Di
Indonesia sejak tahun 1998 hingga baru-baru ini, pandangan politik yang dianggap
tepat dalam wacana publik adalah bahwa desentralisasi merupakan jalan yang
meyakinkan, yang akan menguntungkan daerah. Pandangan ini diciptakan oleh
pengalaman sejarah selama masa Orde Baru di mana sentralisme membawa banyak
akibat merugikan bagi daerah. Sayang, situasi ini mengecilkan kesempatan
dikembangkannya suatu diskusi yang sehat bagaimana sebaiknya desentralisasi
dikembangkan di Indonesia. Jiwa desentralisasi di Indonesia adalah “melepaskan
diri sebesarnya dari pusat” bukan “membagi tanggung jawab kesejahteraan
daerah”.
Sentralisasi dan desentralisasi tidak boleh ditetapkan sebagai suatu proses
satu arah dengan tujuan pasti. Pertama- tama, kedua “sasi” itu adalah masalah
perimbangan. Artinya, peran pemerintah pusat dan pemerintah daerah akan selalu
merupakan dua hal yang dibutuhkan. Tak ada rumusan ideal perimbangan. Selain
proses politik yang sukar ditentukan, seharusnya ukuran yang paling sah adalah
argumen mana yang terbaik bagi masyarakat.
Apa
Hakekat, Tujuan dan Prinsip Otonomi
Daerah
a. Hakekat Otonomi
Daerah
Pelaksanaan otonomi daerah pada hakekatnya adalah upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan melaksanakan kegiatan-kegiatan pembangunan sesuai dengan kehendak dan kepentingan masyarakat. Berkaiatan dengan hakekat otonomi daerah tersebut yang berkenaan dengan pelimpahan wewenang pengambilan keputusan kebijakan, pengelolaan dana publik dan pengaturan kegiatan dalam penyelenggaraan pemerintah dan pelayanan masyarakat maka peranan data keuangan daerah sangat dibututuhkan untuk mengidentifikasi sumber-sumber pembiayaan daerah serta jenis dan besar belanja yang harus dikeluarkan agar perencanaan keuangan dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien. Data keuangan daerah yang memberikan gambaran statistik perkembangan anggaran dan realisasi, baik penerimaan maupun pengeluaran dan analisa terhadapnya merupakan informasi yang penting terutama untuk membuat kebijakan dalam pengelolaan keuangan daerah untuk meliahat kemampuan/ kemandirian daerah (Yuliati, 2001:22)
Pelaksanaan otonomi daerah pada hakekatnya adalah upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan melaksanakan kegiatan-kegiatan pembangunan sesuai dengan kehendak dan kepentingan masyarakat. Berkaiatan dengan hakekat otonomi daerah tersebut yang berkenaan dengan pelimpahan wewenang pengambilan keputusan kebijakan, pengelolaan dana publik dan pengaturan kegiatan dalam penyelenggaraan pemerintah dan pelayanan masyarakat maka peranan data keuangan daerah sangat dibututuhkan untuk mengidentifikasi sumber-sumber pembiayaan daerah serta jenis dan besar belanja yang harus dikeluarkan agar perencanaan keuangan dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien. Data keuangan daerah yang memberikan gambaran statistik perkembangan anggaran dan realisasi, baik penerimaan maupun pengeluaran dan analisa terhadapnya merupakan informasi yang penting terutama untuk membuat kebijakan dalam pengelolaan keuangan daerah untuk meliahat kemampuan/ kemandirian daerah (Yuliati, 2001:22)
b. Tujuan
Otonomi Daerah
Menurut Mardiasmo (Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah) adalah: Untuk meningkatkan pelayanan publik (public service) dam memajukan perekonomian daerah. Pada dasarnya terkandung tiga misi utama pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal, yaitu:
Menurut Mardiasmo (Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah) adalah: Untuk meningkatkan pelayanan publik (public service) dam memajukan perekonomian daerah. Pada dasarnya terkandung tiga misi utama pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal, yaitu:
- Meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat.
- Menciptakan efisiensi dan efektivitas pengelolaan sumber daya daerah.
- Memberdayakan dan menciptakan ruang bagi masyarakat (publik) untuk berpartisipasi dalam proses pembangunan.
- c. Prinsip
Otonomi Daerah
Menurut penjelasan Undang-Undang No. 32 tahun 2004, prinsip penyelenggaraan otonomi daerah adalah :
- penyelenggaraan otonomi daerah dilaksanakan dengan aspek demokrasi, keadilan, pemerataan serta potensi dan keaneka ragaman daerah.
- Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan pada otonomi luas, nyata dan bertanggung jawab.
- pelaksanaan otonomi daerah yang luas dan utuh diletakkan pada daerah dan daerah kota, sedangkan otonomi provinsi adalah otonomi yang terbatas.
- Pelaksanaan otonomi harus sesuai dengan konstitusi negara sehingga tetap terjamin hubungan yang serasi antara pusat dan daerah.
- Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatkan kemandirian daerah kabupaten dan derah kota tidak lagi wilayah administrasi. Demikian pula di kawasan-kawasan khusus yang dibina oleh pemerintah.
- Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatkan peranan dan fungsi badan legislatif daerah baik sebagai fungsi legislatif, fungsi pengawasan, mempunyai fungsi anggaran atas penyelenggaraan otonomi daerah.
- Pelaksanaan dekonsentrasi diletakkan pada daerah propinsi dalam kedudukan sebagai wilayah administrasi untuk melaksanakan kewenangan pemerintah tertentu dilimpahkan kepada gubernur sebagai wakil pemerintah.
- Pelaksanaan asas tugas pembantuan dimungkinkan tidak hanya di pemerintah daerah dan daerah kepada desa yang disertai pembiayaan, sarana dan pra sarana serta sumber daya manusia dengan kewajiban melaporkan pelaksanaan dan mempertanggung jawabkan kepada yang menugaskan.
Selanjutnya
tujuan otonomi daerah menurut penjelasan Undang-undang No 32 tahun 2004 pada
dasarnya adalah sama yaitu otonomi daerah diarahkan untuk memacu pemerataan
pembangunan dan hasil-hasilnya, meningkatkan kesejahteraan rakyat, menggalakkan
prakarsa dan peran serta aktif masyarakat secara nyata, dinamis, dan
bertanggung jawab sehingga memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa, mengurangi
beban pemerintah pusat dan campur tangan di daerah yang akan memberikan peluang
untuk koordinasi tingkat lokal.
Bagaimana pelaksanaan Otonomi
Daerah di Indonesia?
Sejak diberlakukannya
UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, banyak aspek positif yang
diharapkan dalam pemberlakuan Undang-Undang tersebut. Otonomi Daerah memang
dapat membawa perubahan positif di daerah dalam hal kewenangan daerah untuk
mengatur diri sendiri. Kewenangan ini menjadi sebuah impian karena sistem
pemerintahan yang sentralistik cenderung menempatkan daerah sebagai pelaku
pembangunan yang tidak begitu penting atau sebagai pelaku pinggiran. Tujuan
pemberian otonomi kepada daerah sangat baik, yaitu untuk memberdayakan daerah,
termasuk masyarakatnya, mendorong prakarsa dan peran serta masyarakat dalam
proses pemerintahan dan pembangunan.
Pada masa lalu, pengerukan potensi daerah ke pusat terus dilakukan dengan dalih pemerataan pembangunan. Alih-alih mendapatkan manfaat dari pembangunan, daerah justru mengalami proses pemiskinan yang luar biasa. Dengan kewenangan yang didapat daerah dari pelaksanaan Otonomi Daerah, banyak daerah yang optimis bakal bisa mengubah keadaan yang tidak menguntungkan tersebut.
Beberapa contoh keberhasilan dari berbagai daerah dalam pelaksanaan otonomi daerah yaitu:
1. Di Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah, masyarakat lokal dan LSM yang mendukung telah berkerja sama dengan dewan setempat untuk merancang suatu aturan tentang pengelolaan sumber daya kehutanan yang bersifat kemasyarakatan (community-based). Aturan itu ditetapkan pada bulan Oktober yang memungkinkan bupati mengeluarkan izin kepada masyarakat untuk mengelola hutan milik negara dengan cara yang berkelanjutan.
2. Di Gorontalo, Sulawesi, masyarakat nelayan di sana dengan bantuan LSM-LSM setempat serta para pejabat yang simpatik di wilayah provinsi baru tersebut berhasil mendapatkan kembali kontrol mereka terhadap wilayah perikanan tradisional/adat mereka.
Kedua contoh di atas menggambarkan bahwa pelaksanaan Otonomi Daerah dapat membawa dampak positif bagi kemajuan suatu daerah. Kedua contoh diatas dapat terjadi berkat adanya Otonomi Daerah di daerah terebut.
Selain membawa dampak positif bagi suatu daerah otonom, ternyata pelaksanaan Otonomi Daerah juga dapat membawa dampak negatif. Pada tahap awal pelaksanaan Otonomi Daerah, telah banyak mengundang suara pro dan kontra. Suara pro umumnya datang dari daerah yang kaya akan sumber daya, daerah-daerah tersebut tidak sabar ingin agar Otonomi Daerah tersebut segera diberlakukan. Sebaliknya, bagi daerah-daerah yang tidak kaya akan sumber daya, mereka pesimis menghadapi era otonomi daerah tersebut. Masalahnya, otonomi daerah menuntut kesiapan daerah di segala bidang termasuk peraturan perundang-undangan dan sumber keuangan daerah. Oleh karena itu, bagi daerah-daerah yang tidak kaya akan sumber daya pada umumnya belum siap ketika Otonomi Daerah pertama kali diberlakukan.
Selain karena kurangnya kesiapan daerah-daerah yang tidak kaya akan sumber daya dengan berlakunya otonomi daerah, dampak negatif dari otonomi daerah juga dapat timbul karena adanya berbagai penyelewengan dalam pelaksanaan Otonomi Daerah tersebut.
Berbagai penyelewengan dalam pelaksanan otonomi daerah:
1. Adanya kecenderungan pemerintah daerah untuk mengeksploitasi rakyat melalui pengumpulan pendapatan daerah.
Keterbatasan sumberdaya dihadapkan dengan tuntutan kebutuhan dana (pembangunan dan rutin operasional pemerintahan) yang besar. Hal tersebut memaksa Pemerintah Daerah menempuh pilihan yang membebani rakyat, misalnya memperluas dan atau meningkatkan objek pajak dan retribusi. Padahal banyaknya pungutan hanya akan menambah biaya ekonomi yang akan merugikan perkembangan ekonomi daerah. Pemerintah daerah yang terlalu intensif memungut pajak dan retribusi dari rakyatnya hanya akam menambah beratnya beban yang harus ditanggung warga masyarakat.
2. Penggunaan dana anggaran yang tidak terkontrol
Hal ini dapat dilihat dari pemberian fasilitas yang berlebihan kepada pejabat daerah. Pemberian fasilitas yang berlebihan ini merupakan bukti ketidakarifan pemerintah daerah dalam mengelola keuangan daerah.
3. Rusaknya Sumber Daya Alam
Rusaknya sumber daya alam ini disebabkan karena adanya keinginan dari Pemerintah Daerah untuk menghimpun pendapatan asli daerah (PAD), di mana Pemerintah Daerah menguras sumber daya alam potensial yang ada, tanpa mempertimbangkan dampak negatif/kerusakan lingkungan dan prinsip pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Selain itu, adanya kegiatan dari beberapa orang Bupati yang menetapkan peningkatan ekstraksi besar-besaran sumber daya alam di daerah mereka, di mana ekstraksi ini merupakan suatu proses yang semakin mempercepat perusakan dan punahnya hutan serta sengketa terhadap tanah. Akibatnya terjadi percepatan kerusakan hutan dan lingkungan yang berdampak pada percepatan sumber daya air hampir di seluruh wilayah tanah air. Eksploitasi hutan dan lahan yang tak terkendali juga telah menyebabkan hancurnya habitat dan ekosistem satwa liar yang berdampak terhadap punahnya sebagian varietas vegetasi dan satwa langka serta mikro organisme yang sangat bermanfaat untuk menjaga kelestarian alam.
4. Bergesernya praktik korupsi dari pusat ke daerah
Praktik korupsi di daerah tersebut terjadi pada proses pengadaan barang-barang dan jasa daerah (procurement). Seringkali terjadi harga sebuah barang dianggarkan jauh lebih besar dari harga barang tersebut sebenarnya di pasar.
5. Pemerintahan kabupaten juga tergoda untuk menjadikan sumbangan yang diperoleh dari hutan milik negara dan perusahaan perkebunaan bagi budget mereka.
Pada masa lalu, pengerukan potensi daerah ke pusat terus dilakukan dengan dalih pemerataan pembangunan. Alih-alih mendapatkan manfaat dari pembangunan, daerah justru mengalami proses pemiskinan yang luar biasa. Dengan kewenangan yang didapat daerah dari pelaksanaan Otonomi Daerah, banyak daerah yang optimis bakal bisa mengubah keadaan yang tidak menguntungkan tersebut.
Beberapa contoh keberhasilan dari berbagai daerah dalam pelaksanaan otonomi daerah yaitu:
1. Di Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah, masyarakat lokal dan LSM yang mendukung telah berkerja sama dengan dewan setempat untuk merancang suatu aturan tentang pengelolaan sumber daya kehutanan yang bersifat kemasyarakatan (community-based). Aturan itu ditetapkan pada bulan Oktober yang memungkinkan bupati mengeluarkan izin kepada masyarakat untuk mengelola hutan milik negara dengan cara yang berkelanjutan.
2. Di Gorontalo, Sulawesi, masyarakat nelayan di sana dengan bantuan LSM-LSM setempat serta para pejabat yang simpatik di wilayah provinsi baru tersebut berhasil mendapatkan kembali kontrol mereka terhadap wilayah perikanan tradisional/adat mereka.
Kedua contoh di atas menggambarkan bahwa pelaksanaan Otonomi Daerah dapat membawa dampak positif bagi kemajuan suatu daerah. Kedua contoh diatas dapat terjadi berkat adanya Otonomi Daerah di daerah terebut.
Selain membawa dampak positif bagi suatu daerah otonom, ternyata pelaksanaan Otonomi Daerah juga dapat membawa dampak negatif. Pada tahap awal pelaksanaan Otonomi Daerah, telah banyak mengundang suara pro dan kontra. Suara pro umumnya datang dari daerah yang kaya akan sumber daya, daerah-daerah tersebut tidak sabar ingin agar Otonomi Daerah tersebut segera diberlakukan. Sebaliknya, bagi daerah-daerah yang tidak kaya akan sumber daya, mereka pesimis menghadapi era otonomi daerah tersebut. Masalahnya, otonomi daerah menuntut kesiapan daerah di segala bidang termasuk peraturan perundang-undangan dan sumber keuangan daerah. Oleh karena itu, bagi daerah-daerah yang tidak kaya akan sumber daya pada umumnya belum siap ketika Otonomi Daerah pertama kali diberlakukan.
Selain karena kurangnya kesiapan daerah-daerah yang tidak kaya akan sumber daya dengan berlakunya otonomi daerah, dampak negatif dari otonomi daerah juga dapat timbul karena adanya berbagai penyelewengan dalam pelaksanaan Otonomi Daerah tersebut.
Berbagai penyelewengan dalam pelaksanan otonomi daerah:
1. Adanya kecenderungan pemerintah daerah untuk mengeksploitasi rakyat melalui pengumpulan pendapatan daerah.
Keterbatasan sumberdaya dihadapkan dengan tuntutan kebutuhan dana (pembangunan dan rutin operasional pemerintahan) yang besar. Hal tersebut memaksa Pemerintah Daerah menempuh pilihan yang membebani rakyat, misalnya memperluas dan atau meningkatkan objek pajak dan retribusi. Padahal banyaknya pungutan hanya akan menambah biaya ekonomi yang akan merugikan perkembangan ekonomi daerah. Pemerintah daerah yang terlalu intensif memungut pajak dan retribusi dari rakyatnya hanya akam menambah beratnya beban yang harus ditanggung warga masyarakat.
2. Penggunaan dana anggaran yang tidak terkontrol
Hal ini dapat dilihat dari pemberian fasilitas yang berlebihan kepada pejabat daerah. Pemberian fasilitas yang berlebihan ini merupakan bukti ketidakarifan pemerintah daerah dalam mengelola keuangan daerah.
3. Rusaknya Sumber Daya Alam
Rusaknya sumber daya alam ini disebabkan karena adanya keinginan dari Pemerintah Daerah untuk menghimpun pendapatan asli daerah (PAD), di mana Pemerintah Daerah menguras sumber daya alam potensial yang ada, tanpa mempertimbangkan dampak negatif/kerusakan lingkungan dan prinsip pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Selain itu, adanya kegiatan dari beberapa orang Bupati yang menetapkan peningkatan ekstraksi besar-besaran sumber daya alam di daerah mereka, di mana ekstraksi ini merupakan suatu proses yang semakin mempercepat perusakan dan punahnya hutan serta sengketa terhadap tanah. Akibatnya terjadi percepatan kerusakan hutan dan lingkungan yang berdampak pada percepatan sumber daya air hampir di seluruh wilayah tanah air. Eksploitasi hutan dan lahan yang tak terkendali juga telah menyebabkan hancurnya habitat dan ekosistem satwa liar yang berdampak terhadap punahnya sebagian varietas vegetasi dan satwa langka serta mikro organisme yang sangat bermanfaat untuk menjaga kelestarian alam.
4. Bergesernya praktik korupsi dari pusat ke daerah
Praktik korupsi di daerah tersebut terjadi pada proses pengadaan barang-barang dan jasa daerah (procurement). Seringkali terjadi harga sebuah barang dianggarkan jauh lebih besar dari harga barang tersebut sebenarnya di pasar.
5. Pemerintahan kabupaten juga tergoda untuk menjadikan sumbangan yang diperoleh dari hutan milik negara dan perusahaan perkebunaan bagi budget mereka.
Daftar
Pustaka
1. UU
RI. 2004. Undang-UndangRipublikIndonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintah Daerah.
2. UUD
tahun 1945
3.
4. Suparmoko.
2002. Ekonomi Publik. Yogyakarta: ANDI.
5. Mohammad
Jimmi Ibrahiin. 1991. Prospek Otonomi Daerah. Semarang : Dahara Prize.
6. Yuliati.
2001. Analisis Kemampuan Keuangan Daerah dalam menghadapai Otonomi Daerah,
Manajemen Keuangan Daerah. Yogyakarta: UPP YKPN.
10. Syaukani
HR, 2000 : 147)